Minggu, 29 Maret 2009

Biodata Habiburrahman El Shirazy

Habiburrahman El Shirazy

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari
Habiburrahman el-Shirazy

Nama pena Kang Abik
Pekerjaan dai, novelis, penyair
Kebangsaan Indonesia
Aliran sastra Islami
Istri/suami Muyasaratun Sa'idah
Anak Muhammad Ziaul Kautsar
Muhammad Neil Author

Habiburrahman el-Shirazy (lahir di Semarang, Jawa Tengah, 30 September 1976; umur 32 tahun) adalah sarjana Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir dikenal sebagai dai, novelis, dan penyair. Karya-karyanya banyak diminati tak hanya di Indonesia, tapi juga negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Brunei. Karya-karya fiksinya dinilai dapat membangun jiwa dan menumbuhkan semangat berprestasi pembaca. Diantara karya-karyanya yang telah beredar dipasaran adalah Ayat-Ayat Cinta (telah dibuat versi filmnya, 2004), Di Atas Sajadah Cinta (telah disinetronkan Trans TV, 2004), Ketika Cinta Berbuah Surga (2005), Pudarnya Pesona Cleopatra (2005), Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007), Ketika Cinta Bertasbih 2 (Desember, 2007) dan Dalam Mihrab Cinta (2007). Kini sedang merampungkan Langit Makkah Berwarna Merah, Bidadari Bermata Bening, dan Bulan Madu di Yerussalem.

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Pendidikan

Memulai pendidikan menengahnya di MTs Futuhiyyah 1 Mranggen sambil belajar kitab kuning di Pondok Pesantren Al Anwar, Mranggen, Demak di bawah asuhan K.H. Abdul Bashir Hamzah. Pada tahun 1992 ia merantau ke kota budaya Surakarta untuk belajar di Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) Surakarta, lulus pada tahun 1995. Setelah itu melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke Fakultas Ushuluddin, Jurusan Hadist Universitas Al-Azhar, Kairo dan selesai pada tahun 1999. Pada tahun 2001 lulus Postgraduate Diploma (Pg.D) S2 di The Institute for Islamic Studies di Kairo yang didirikan oleh Imam Al-Baiquri.

[sunting] Aktivitas

[sunting] Selama di Kairo

Ketika menempuh studi di Kairo, Mesir, Kang Abik pernah memimpin kelompok kajian MISYKATI (Majelis Intensif Yurisprudens dan Kajian Pengetahuan Islam) di Kairo (1996-1997). Pernah terpilih menjadi duta Indonesia untuk mengikuti “Perkemahan Pemuda Islam Internasional Kedua” yang diadakan oleh WAMY (The World Assembly of Moslem Youth) selama sepuluh hari di kota Ismailia, Mesir (Juli 1996). Dalam perkemahan itu, ia berkesempatan memberikan orasi berjudul Tahqiqul Amni Was Salam Fil ‘Alam Bil Islam (Realisasi Keamanan dan Perdamaian di Dunia dengan Islam). Orasi tersebut terpilih sebagai orasi terbaik kedua dari semua orasi yang disampaikan peserta perkemahan tersebut. Pernah aktif di Mejelis Sinergi Kalam (Masika) ICMI Orsat Kairo (1998-2000). Pernah menjadi koordinator Islam ICMI Orsat Kairo selama dua periode (1998-2000 dan 2000-2002). Sastrawan muda ini pernah dipercaya untuk duduk dalam Dewan Asaatidz Pesantren Virtual Nahdhatul Ulama yang berpusat di Kairo. Dan sempat memprakarsai berdirinya Forum Lingkar Pena (FLP) dan Komunitas Sastra Indonesia (KSI) di Kairo.

[sunting] Selama di Indonesia

Setibanya di tanah air pada pertengahan Oktober 2002, ia diminta ikut mentashih Kamus Populer Bahasa Arab-Indonesia yang disusun oleh KMNU Mesir dan diterbitkan oleh Diva Pustaka Jakarta, (Juni 2003). Ia juga diminta menjadi kontributor penyusunan Ensiklopedi Intelektualisme Pesantren: Potret Tokoh dan Pemikirannya, (terdiri atas tiga jilid ditebitkan oleh Diva Pustaka Jakarta, 2003).

Antara tahun 2003-2004, ia mendedikasikan ilmunya di MAN I Jogjakarta. Selanjutnya sejak tahun 2004 hingga 2006, ia menjadi dosen Lembaga Pengajaran Bahasa Arab dan Islam Abu Bakar Ash Shiddiq UMS Surakarta. Saat ini ia mendedikasikan dirinya di dunia dakwah dan pendidikan lewat karya-karyanya dan pesantren Karya dan Wirausaha Basmala Indonesia bersama adik (Ahmad Munif El Shirazy, Ahmad Mujib El Shirazy, Ali El Shirazy) dan temannya.

[sunting] Prestasi

Kang Abik, demikian novelis ini biasa dipanggil adik-adiknya, semasa di SLTA pernah menulis teatrikal puisi berjudul Dzikir Dajjal sekaligus menyutradarai pementasannya bersama Teater Mbambung di Gedung Seni Wayang Orang Sriwedari Surakarta (1994). Pernah meraih Juara II lomba menulis artikel se-MAN I Surakarta (1994). Pernah menjadi pemenang I dalam lomba baca puisi relijius tingkat SLTA se-Jateng (diadakan oleh panitia Book Fair’94 dan ICMI Orwil Jateng di Semarang, 1994). Pemenang I lomba pidato tingkat remaja se-eks Keresidenan Surakarta (diadakan oleh Jamaah Masjid Nurul Huda, UNS Surakarta, 1994). Ia juga pemenang pertama lomba pidato bahasa Arab se- Jateng dan DIY yang diadakan oleh UMS Surakarta (1994). Meraih Juara I lomba baca puisi Arab tingkat Nasional yang diadakan oleh IMABA UGM Jogjakarta (1994). Pernah mengudara di radio JPI Surakarta selama satu tahun (1994-1995) mengisi acara Syharil Quran Setiap Jumat pagi. Pernah menjadi pemenang terbaik ke-5 dalam lomba KIR tingkat SLTA se-Jateng yang diadakan oleh Kanwil P dan K Jateng (1995) dengan judul tulisan, Analisis Dampak Film Laga Terhadap Kepribadian Remaja. Beberapa penghargaan bergengsi lain berhasil diraihnya antara lain, Pena Award 2005, The Most Favorite Book and Writer 2005 dan IBF Award 2006. Dari novelnya yang berjudul "Ayat-ayat Cinta" dia sudah memperoleh royalti lebih dari 1,5 Milyar, sedangkan dari buku-bukunya yang lain tidak kurang ratusan juta sudah dia kantongi.

[sunting] Karya-karyanya

[sunting] Selama di Kairo

Selama di Kairo, ia telah menghasilkan beberapa naskah drama dan menyutradarainya, di antaranya: Wa Islama (1999), Sang Kyai dan Sang Durjana (gubahan atas karya Dr. Yusuf Qardhawi yang berjudul ‘Alim Wa Thaghiyyah, 2000), Darah Syuhada (2000). Tulisannya berjudul, Membaca Insanniyah al Islam dimuat dalam buku Wacana Islam Universal (diterbitkan oleh Kelompok Kajian MISYKATI Kairo, 1998). Berkesempatan menjadi Ketua TIM Kodifikasi dan Editor Antologi Puisi Negeri Seribu Menara Nafas Peradaban (diterbitkan oleh ICMI Orsat Kairo)

Beberapa karya terjemahan yang telah ia hasilkan seperti Ar-Rasul (GIP, 2001), Biografi Umar bin Abdul Aziz (GIP, 2002), Menyucikan Jiwa (GIP, 2005), Rihlah ilallah (Era Intermedia, 2004), dll. Cerpen-cerpennya dimuat dalam antologi Ketika Duka Tersenyum (FBA, 2001), Merah di Jenin (FBA, 2002), Ketika Cinta Menemukanmu (GIP, 2004), dll.

[sunting] Karya puisi

Sebelum pulang ke Indonesia, di tahun 2002, ia diundang Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia selama lima hari (1-5 Oktober) untuk membacakan pusinya dalam momen Kuala Lumpur World Poetry Reading ke-9, bersama penyair-penyair negara lain. Puisinya dimuat dalam Antologi Puisi Dunia PPDKL (2002) dan Majalah Dewan Sastera (2002) yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia dalam dua bahasa, Inggris dan Melayu. Bersama penyair negara lain, puisi kang Abik juga dimuat kembali dalam Imbauan PPDKL (1986-2002) yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia (2004).

[sunting] Karya sastra populer

Beberapa karya populer yang telah terbit antara lain, Ketika Cinta Berbuah Surga (MQS Publishing, 2005), Pudarnya Pesona Cleopatra (Republika, 2005), Ayat-Ayat Cinta (Republika-Basmala, 2004), Diatas Sajadah Cinta (telah disinetronkan Trans TV, 2004), Ketika Cinta Bertasbih 1 (Republika-Basmala, 2007), Ketika Cinta Bertasbih 2 (Republika-Basmala, 2007) dan Dalam Mihrab Cinta (Republika-Basmala, 2007). Kini sedang merampungkan Langit Makkah Berwarna Merah, Bidadari Bermata Bening, Bulan Madu di Yerussalem, dan Dari Sujud ke Sujud (kelanjutan dari Ketika Cinta Bertasbih).

[sunting] Lihat pula

Jumat, 27 Maret 2009

Maulid Adat di Desa Sesait, Kecamatan Kayangan, Kab.Lombok Utara

Maulid Adat di Desa Sesait, Kecamatan Kayangan, Kab. Lombok Utara
Ditulis oleh Administrator
Selasa, 10 Maret 2009 19:50
Maulid Adat di Desa Sesait, Kecamatan Kayangan, Kab. Lombok Utara
Oleh Amaq Zaky


MAULID atau Maulud atau Maulidan pada hakekatnya adalah memperingati hari kelahiran junjungan alam Nabi kita Muhammad SAW, yang bertepatan dengan tanggal 12 rabiul awal. Namun bagi masyarakat di Desa Sesait Kecamatan Kayangan Lombok Utara, maulid bukan sekedar memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, tetapi sekaligus memperingati atau menapak tilasi proses penyebaran islam pertama di daerah tersebut. Sehingga acara maulid di desa yang bertetangga dengan “Kampung Budaya” Bayan tersebut umumnya terbagi dua yakni maulid Nabi Muhammad SAW dan Maulid Adat.

Sebagai putra asli dari desa sesait, saya merasa perlu berbagi cerita tentang pelaksanaan maulid adat warisan para leluhur kami yang sarat dengan nuansa budaya tersebut. Mudah-mudahan cerita ini bisa memberi sedikit penerang karena ada anggapan dari luar, bahwa maulid adat yang kami gelar lebih bernuansa animisme, ketimbang syi’ar Islam.

Disebut maulid adat karena lebih menitik beratkan pada acara adat yakni peringatan atau menapak tilas sejarah perkembangan islam di daerah Sesait dan sekitarnya ternasuk hingga ke Kecamatan Bayan, yang pada saat itu dan masih di jajah oleh kerajaan Hindu dari Bali (sebagian besar wilayah Lombok Barat masih dikuasai Kerajaan Kelungkung dan Karangasem). Kegiatan maulidan tersebut oleh para leluhur kami memang sengaja di kemas sebagai kegiatan budaya untuk mengelabui para penguasa (kerajaan Hindu) pada zaman itu.

Acara maulid adat biasanya di ikuti oleh seluruh warga desa yang ada di kecamatan Kayangan dan sekitarnya dalam satu waktu dan tempat yang sama secara bersama-sama. Proses pelaksanaannya pun tidak terlepas dari unsur-unsur adat, melalui berbagai tahapan yang memerlukan waktu cukup lama.

Tahap Pertama: ‘Penentuan Praja Maulid’

Melalui rapat adat yang diadakan di balai adat yang disebut “kampu” dipilihlah 6 orang “praja maulid yang terdiri dari praja putri yakni 2 remaja yang belum aqil balig dan 2 wanita yang sudah menopause, serta dua praja laki-laki yang berasal dari anak remaja yang belum aqil balig dan seorang lelaki yang sudah menopause.

Praja merupakan tokoh sentral dan memiliki tugas khusus dalam pelaksanaan maulid adat. Praja putri bertugas mempersiapkan “dulang aji” atau dulang khusus pada acara puncak yang semua masakan di dalamnya harus tawar alias tidak boleh di beri garam. Karena itu sejak mereka terpilih sebagai praja putri, mereka diharuskan tinggal di dalam komplek rumah kampu selama persiapan hingga pelaksanaan maulid adat berakhir yang biasanya berlangsung satu minggu.

Sementara praja putra bertugas menjaga “payung agung” yang berada di satu-satunya pintu masuk masjid tua atau masjid kuno, pada saat acara puncak maulidan. Payung agung yang terbuat dari kain putih tersebut merupakan simbol kesucian yang harus di jaga oleh setiap orang ketika hendak memasuki masjid sebagai tempat ibadah.

Tahap kedua: “pengumpulan bahan makanan dan presean”

Hampir semua warga dari berbagai desa turut berpartisipasi dalam pelaksanaan maulid adat dengan menyumbangkan hasil bumi dan ternak mereka untuk acara puncak, termasuk kayu bakar untuk memasak, beras, ketan ternak dsb. Bahan-bahan tersebut di kumpulkan di dalam rumah kampu. Biasanya acara pengumpulan bahan berlangsung selama tiga hari hingga H-1. Batas pengumpulan bahan makanan bertepatan dengan kedatangan kelompok kesenian tradisional “gong dua” dari arah luar desa pada waktu matahari terbenam. Kesenian gong dua ini bertugas mengiringi proses maulid adat hingga selesai.

Kemudian pada malam harinya selepas Isya, gamelan gong dua mengiringi acara presean yang digelar di halaman masjid kuno. Permainan tradisional saling pukul dengan rotan ini diawali secara simbolis dengan pertarungan antara praja maulid putri, kemudian diteruskan dengan presean sesungguhnya yang menampilkan para “pepadu” dari berbagai desa. Acara presean biasanya berlangsung hingga terbit fajar di bawah cahaya bulan purnama.

Gambar 1: Perisean maulid adat pada malam hari.

Tahap ketiga: Acara Puncak Maulid Adat

Puncak acara mauled adapt diawali dengan acara pencucian beras untuk dimasak pada pagi hari, yang melibatkan ratusan perempuan dari anak-anak hingga nenek-nenek berpakaian adat kebaya. Masing-masing menjunjung beras didalam peraras (bakul kecil dari anyaman bambu) menuju sumber mata air yang terletak sekitar 2 kilometer di luar desa. Hal yang unik dari para pembesok beras ini adalah mereka diharuskan memakai pakaian adapt dan tidak boleh beralas kaki. Separuh perjalanan menunju dan kembali dari mata air, iring-iringan pencuci beras yang di pimpin praja maulid putri ini di iringi alunan musik tetabuhan gamelan tradisional “gong dua”. Beras yang sudah di cuci kemudian dikumpulkan kembali di dalam rumah kampu untuk dimasak secara bersama-sama oleh kaum perempuan.


Gambar 2: Iring-iringin besok beras yang baru keluar dari rumah Kampu


Gambar 3: Iring-iringan besok beras berangkat menuju mata air


Gambar 4: Penyambutan iring-iringan besok beras yang kembali dari mata air.


Gambar 5: Iring-iringan besok beras saat penyambutan kedatangan.

Sedangkan untuk memasak lauk ditugaskan kepada kaum laki-laki yang biasanya dikerjakan secara beramai-ramai di halaman masjid kuno. Jenis dan waktu penyembelihan ternak untuk lauk pun tidak sembarangan. Setiap empat tahun sekali warga menyembelih kerbau, sementara tiga tahun berikutnya hanya boleh menyembelih kambing, dan tahun keempat kembali memotong kerbau. Untuk bahan campuran lauk yang dimasak santan ini juga hanya diperbolehkan menggunakan buah pisang saba, atau dalam bahasa sesait disebut “puntik tawak”.

Selama rangkaian proses maulid adat, kaum perempuan menggunakan pakaian adat kebaya, sedangkan kaum laki-laki menggunakan sabuk penjong atau kain panjang dengan ujung kain menjuntai di bagian depan, lengkap dengan “dodot” atau sabuk selendangnya. Disamping itu laki-laki juga menggunkan ikat kepala “saput” atau udeng. Semua pakaian yang digunakan warga ini memang mirip bahkan sama seperti pakaian adat Bali. Hal itu memang di sengaja dengan maksud untuk menyamarkan kegiatan keagamaan tersebut agar tidak di larang oleh penguasa dari Bali yang menjajah pada waktu itu. Setelah masakan siap, kemudian di sajikan dalam wadah “dulang” yang terbuat dari kayu bersama berbagai macam jajanan dan buah-buahan hasil bumi untuk di naikkan ke masjid kuno pada acara puncak maulid adat yang berlangsung saat matahari tenggelam.

Acara puncak diawali dengan kedatangan rombongan tokoh adat, tokoh agama dan tokoh pemerintahan serta warga untuk menghias masjid kuno. Rombongan ini dipimpin praja putra anak yang membawa payung agung, bersama praja putra dewasa yang membawa gulungan kain putih. Payung agung ditempatkan di pintu masuk masjid dan dijaga oleh praja putra anak, sedangkan kain putih akan di bentangkan dari atas pintu hingga keatas mimbar masjid. Bentangan kain putih tersebut merupakan simbol awan putih yang selalu menaungi Nabi Muhammad SAW ketika berda’wah menyebarkan islam.

Didalam masjid kuno terdapat empat tiang utama yang disebut “soko guru” yang masing-masing di jaga dan di hias oleh empat pemimpin, yakni Musungan atau kepala desa menghias tiang bagian tenggara menggunakan warna merah melambangkan kekuasaan, Penghulu atau pemimpin agama menghias tiang barat daya menggunakan kain putih sebagai lambang kesucian, Mangku Bumi atau penguasa tanah/bumi menghias tiang bagian timur laut menggunakan warna biru, dan Jintaka atau penguasa pertanian menghias tiang bagian barat laut menggunkan warna kuning yang melambangkan kemakmuran. Seluruh rangkaian kegiatan menghias masjid kuno ini digelar bertepatan dengan waktu shalat ashar tiba dan berakhir saat matahari terbenam atau ketika tiba waktu sahalat magrib. Hal itu dimaksudkan untuk memudahkan para tokoh dan warga dapat mengerjakan shalat berjama’ah tanpa diketahui oleh penguasa hindu yang pada waktu itu melarang warga mengerjakan syari’at islam.

Usai shalat magrib berjama’ah barulah acara inti maulid digelar bersamaan dengan penyajian berbagai hidangan yang ditempatkan dalam dulang kayu. Sebelum acara zikir, do’a dan makan bersama, terlebih dahulu di berikan wejangan atau ceramah oleh tokoh agama tentang sejarah kelahiran Nabi Muhammad SAW dan kiprah beliau menyebarkan ajaran Islam hingga kedatangan Islam di desa tersebut yang konon di sebarkan oleh Sunan Kalijaga, yakni salah seorang anggota Wali Songo dari Jawa.


Gambar 6: Pengantaran dulang dari rumah Kampu ke Masjid Kuno

Selama proses puncak maulid adat yang kadang di barengi dengan alunan gong dan tari-tarian oleh sejumlah warga secara bergilir. Hal itu untuk mengingatkan warga bahwa tetabuhan dan tarian sengaja digelar untuk mengalihkan perhatian penguasa hindu pada waktu itu, agar tidak curiga dengan kegiatan keagamaan di dalam masjid.

Setelah acara maulid selesai di dalam masjid, barulah dilanjutkan dengan “begibung” yakni acara makan bersama seluruh warga di luar masjid, biasanya disekitar rumah kampu dan masjid kuno. Dulang-dulang dibuatkan berjejer rapid an kemudian warga berhadap-hadapan makan bersama. Karena banyaknya warga, acara makan bersama biasanya baru bisa terlayani semua dan selesai hingga tengah malam. Sebagai penutup rangkaian maulid adat, keesokan harinya di gelar acara syukuran sekaligus pencabutan status praja maulid yang berlangsung di dalam rumah kampu.

Demikian cerita singkat tentang maulid adat di desa Sesait, Lombok Utara, selanjutnya pelungguh senamian bisa menilai sendiri, apakah maulid adat yang di gelar masyarakat Lombok Utara termasuk kegiatan syi’ar Islam atau hanya tradisi adat belaka. Setidaknya tulisan ini dapat menambah wawasan kita semua tentang keragaman budaya bangse sasak. Tabek!.

Keindahan Dan Nikmatnya Lombok

Jumat, 27-03-2009 RSS Feed

Keindahan Dan Nikmatnya Lombok

Senin, 05-11-2007 10:00:18 oleh: Kevin Salam
Kanal: Remaja

Keindahan Dan Nikmatnya Lombok

Lombok merupakan pulau yang sangat disukai oleh wisatawan manca negara, karena Lombok memiliki keindahan alanmya yang sangat memukau. Selain itu Lombok juga memiliki budaya yang sangat unik dan Lombok terkenal dengan penghasil mutiara terbesar di Indonesia.

Daerah wisata di Lombok yang sangat memukau yaitu tanjung aan, tanjung aan ini merupakan pantai yang sangat indah dan juga sangat menarik bagi para wisatawan, karena pantai ini memiliki pasir yang sangat putih dan warna air laut dengan gradasi warna yang memukau. Tanjung aan ini dikelilingi oleh pengunungan dan terpencil. Tanjung aan ini merupakan surga bagi para wisatawan, karena keindahannya bisa membuat para wisatawan yang datang akan merasa seperti berada di surga.

Selain tanjung aan, Lombok juga terkenal dengan penghasil mutiaranya. Banyak para wisatawan membeli hasil kerajinan tangan ini sebagai souvenir atau sebagai periasan. mutiara-mutiara Lombok merupakan mutiara hasil dari laut, sehingga memiliki nilai yang sangat mahal. Lombok juga memiliki makanan khas yaitu sate ikan, plecing kangkung, dan juga ayam bakar taliwang, selain itu makanan khas Lombok yang lain adalah sate rembiga.

Selain keindahan alam dan juga kerajinan Lombok juga memiliki budaya yang sangat unik yaitu tradisi nyongkolan. Tradisi nyongkolan adalah tradisi adat dalam acara perkawinan yang dikenal denganistilah "sorong serah aji karma adat", yang artinya kedua pengantin diarak, dibawa dalam sebuah prosesi untuk memperkenalkan mereka kepada masyarakat umum, khususnya di tempat tinggal keluarga pengantin perempuan. Selain tradisi adat Lombok, Lombok memiliki arsitektur bangunan yang hamper sama seperti dibali.

Lombok memiliki sebuah gunung yaitu gunung Rinjani yang memiliki ketinggian 3.726 meter diatas permukaan laut. Gunung Rinjani merupakan gunung ketiga tertinggi di Indonesia, tampak mendominasi pulai Lombok. Tak aneh bila arsitektur Lombok berkiblat pada bentuk Rinjani. Yang paling jelas tampak adalah Taman Narmanda yang dibangun dengan konstruksi pola gunung Rinjani dan Segara (danau) Anakan. Keindahan pulau Lombok tak dapat terlukiskan dengan kata-kata, tetapi pulau Lombok memiliki keindahan yang tak terbatas untuk keindahan alamnya

Sumber: Mjalah Tamasya

Petualangan di Sasak Village,Lombok

Petualangan di Sasak Village, Lombok

6 09 2008

Suku Sasak merupakan suku asli di pulau Lombok. Suku Sasak ini mayoritas beragama Islam walaupun pulau Lombok ini dekat dengan pulau Bali yang mayoritas penduduknya beragama Hindu.

Di pulau Lombok sendiri, telah disediakan perkampungan suku Sasak yang masih mengadopt seperti suku Sasak jaman dahulu untuk semua komponen yang berada di perkampungan. Perkampungan suku Sasak ini disebut juga ‘Sasak Village’biar agak keren dikit, mungkin bisa jadi untuk menarik wisatawan mancanegara agar lebih penasaran dengan kehidupan asli suku Sasak, karena kecendurangan wisatawan domestik jarang yang tertarik dengan budaya-budaya lokal.

Pertama kali memasuki perkampungan Sasak akan terlihat keunikan dari suku ini seperti rumah adatnya yang atapnya terbuat dari jerami dan dindingnya dari bambu. Bentuk atapnya juga sangat unik dengan atap yang agak ditinggikan sehingga berbentuk seperti piramida. Dan desain atap paling unik terutama di lumbung padinya yang atapnya lebih tinggi lagi, dan desain atap lumbung inilah yang dipakai oleh bangunan-bangunan yang ada di pulau Lombok seperti bandara, perkantoran, restoran serta hotel atau villa-villa. Keunikan rumah adat lombok tidak hanya itu saja, lantainya ternyata dibuat dari campuran kotoran kerbau dan kelapa serta tanah tentunya. Dan setelah dicek kerumah aslinya, tidak berbau sama sekali, malah tuch lantai lebih keras dari lantai tembok. Dan perkampungannya ini juga berada di perbukitan.

Dan dari adat dari cerita yang gw dapat ada yang unik dari perkawinannya, dimana sebelum acara lamaran calon pengantin pria kudu menculik dulu caon istrinya dirumah calon istrinya tersebut dan dibawa lari ke suatu tempat yang tidak diketahui orang. Dan setelah beberapa hari baru keluarga calon pengantin pria datan gke rumah calon pengantian wanita untuk mengutarakan maksudnya. O iya, calon pengantin wanita ini juga harus menyelesaikan minimal 3 buah kain tenunan sebelum bisa dilamar.

O iya, yang boleh tinggal di rumah hanya anak perempuan dan orang tua, sedangkan anak laki-laki tidur di langgar/masjid. Dan kamar anak perempuan berada di bagian dalam rumah sedangkan orang tua di ruang depan. Ruangan rumah sasak hanya 3 ( Kamar bagian dalam, Ruang tengah yang difungsikan sebagai dapur juga, ruang depan sebagai penerima tamu), dan dibagian dalam rumah tidak ditemui ventilasi udara.

Di komplek perumahan Sasak ini juga fasilitasnya juga sudah lengkap mulai dari Tempat Ibadah (baca Masjid), Aula pertemuan, lapangan luas untuk pertunjukan, dan tentunya air bersih yang disediakan sebuah guci di masing-masing rumah. Dan di Sasak Village ini kita juga bisa membeli oleh-olleh khas dari suku asli Sasak mulai dari tenunan kain sampai kerajinan tangannya. Dan yang tidak boleh lupa adalah masyarakat suku Sasak ini sangat ramah dan baik-baik.

YangUnik Dari Lombok

Yang Unik dari Lombok

senja di senggigiCIANJUR – Lombok memiliki keunikan tersendiri. Banyak produk seni budaya dan kerajinan yang khas daerah ini. Mulai dari kerajinan tembikar, kayu, mutiara, peci, serta kain tenun. Selain itu aneka rupa makanan khas juga kita jumpai disini seperti plecing kangkung, ayam goreng/bakar Taliwang, sambel beberok, dodol nangka, jeli rumput laut, madu dan susu kuda liar. Yang tak kalah menarik adalah tempat-tempat wisata eksotis menyerupai Bali seperti Gili Trawangan, Gili Meno, Gili Air, Batu Bolong, Pantai Senggigi, Pantai Tanjung Aan, Pantai Kuta, serta rumah adat Sasak. Berikut ini beberapa kekhasan yang sempat penulis rekam dalam perjalanan selama tiga hari di Lombok.

Nyongkolan

nyongkolanMerupakan tradisi masyarakat Lombok ketika pasangan pengantin dengan menggunakan baju pengantin diarak menuju tempat orangtua pengantin perempuan sambil berjalan kaki. Sebelum masuk pelaminan, pemuda Lombok biasa ‘menculik’ anak gadis yang disukainya. Jika orangtua si gadis setuju dengan pemuda yang akan menikahi anaknya, ia akan memberi tanda dengan cara membasuh kaki pemuda tersebut dengan air sirop atau air kelapa. Sementara jika ia tidak setuju disimbolisasikan dengan membasuh menggunakan air tajin (air nanakan beras). Jika orangtua gadis tersebut menolak tetapi si pemuda tetap ngotot untuk menikahinya, orangtua si gadis biasanya menetapkan mahar yang tinggi untuk melepas anaknya. Ini sebagai jaminan agar anaknya diperlakukan secara baik.

Dalam pergaulan dengan lawan jenis, dikalangan wanita Lombok terutama remajanya juga dikenal istilah ‘pandai menipu’. Maksudnya, wanita Lombok dikenal memiliki banyak pacar, karena itu ia harus pandai-pandai menyiasati diri agar tidak ketahuan oleh pacar lelakinya yang lain. Malah ada anggapan kalau pacarnya hanya satu berarti tidak laku dan tidak dihormati (untuk masalah ini, penulis masih belum yakin benar apakah memang sudah menjadi tradisi disana atau tidak, karena istilah ini penulis dapatkan dari tour guide yang memang asli orang Sasak –pen).

Cidomo

cidomoAdalah alat angkutan yang ditarik oleh seekor kuda. Mirip dokar atau delman di Jawa. Namun yang membedakan adalah roda yang digunakan menggunakan ban bekas dan tempat penumpangnya didisain beratap khusus yang terbuat dari kayu, besi dan kadang-kadang dilengkapi dengan kaca. Cidomo merupakan singkatan dari Cikar, Dokar dan Motor. Tarifnya relatif murah untuk sekali jalan sekitar Rp 2.000, akan tetapi tarif ini akan melambung tinggi jika kita menaikinya di daerah-daerah wisata. Cidomo sangat nyaman kita naiki sambil mengitari kota Mataram yang masih banyak dikelilingi oleh bangunan-bangunan tua bersejarah.

Plecing Kangkung

plecing kangkungMerupakan makanan khas Sasak sebagai teman nasi dan lauk-pauk. Plecing kangkung terdiri dari rebusan kangkung muda, ditambah kacang tanah dan rebusan toge, disertai dengan ramuan parutan kelapa dan sambel tomat. Disajikan terpisah dan tidak diaduk. Rasanya asam-asam pedas. Akan terasa nikmat jika dimakan saat nasi masih mengepul panas.

Ayam Goreng Taliwang

aygor taliwangAyam goreng ini sangat terkenal di Lombok, padahal asalnya dari pulau Sumbawa. Ayam goreng Taliwang merupakan ayam goreng khas disana. Ayamnya memang dipilih secara khusus. Bentuknya kecil-kecil seperti merpati dan diternakkan secara khusus. Tidak sembarang orang bisa membudidayakannya. Ayam goreng Taliwang rasanya gurih dan sangat terasa asem asinnya. Nikmat sekali jika disantap saat masih panas. Kita akan ketagihan jika menyantapnya.

Sate Bulayak

Sate Bulayak banyak kita dapati di Taman Kota di Jalan Udayana. Saat senja tiba, para pedagang sate mulai menggelar tikar atau alas untuk para pelanggannya. Mereka berjejer sepanjang taman kota di Jalan Udayana. Jika malam tiba hampir dipastikan kawasan tersebut penuh oleh muda-mudi yang makan sate Bulayak atau sekedar minum kopi hangat. Suasana yang remang-remang, hanya disinari oleh lampu teplok atau lentera, menambah romantis kawasan tersebut. Apalagi jika malam Minggu tiba, sudah pasti kawasan tersebut macet dan kendaraan sulit untuk lewat karena terhalangi oleh ribuan motor yang parkir disepanjang jalan. Sate Bulayak terbuat dari daging sapi yang dilumuri dengan bumbu khas Lombok. Saat makan biasanya ditemani dengan lontong yang dipotong-potong.

Rumah Adat Suku Sasak

Kalau kita pergi ke Lombok, jangan lupa mampir di rumah adat suku Sasak. Ini pesan yang biasa disampaikan oleh orang Sasak saat kita mengunjungi desanya. Suku Sasak asli (yang masih memegang adat –pen) saat ini berdiam di desa Sade, Rembitan. Sebuah desa yang berjarak sekitar 35 km dari kota Mataram.

Penduduk di desa ini berjumlah 750 jiwa yang semuanya merupakan saudara. Memang di kalangan warga suku Sasak, mereka banyak menikah dengan sukunya sendiri dan sangat jarang orang Sasak menikah dengan warga diluar desa. Alasannya lebih karena pertimbangan ekonomi daripada tradisi adat. Mereka menganggap kalau menikah dengan orang diluar desa sangat mahal biaya maharnya. Sementara kehidupan ekonomi di desa tersebut sangat minim.

Kebanyakan warga suku Sasak yang tinggal di desa Sade bermata pencaharian berkebun atau membuat kerajinan kayu dan tenun. Kaum wanitanya biasanya yang bekerja keras sementara kaum prianya tidak banyak melakukan aktifitas. Wajar saja jika banyak kita temukan pekerja-pekerja wanita yang mengangkut batu atau tanah diatas kepala mereka.

Suku Sasak semuanya muslim. Makanya akan kita temukan masjid beratapkan gerabah di desa tersebut. Mereka sangat menghormati ketua adatnya (orang yang dituakan dan memiliki pengalaman yang banyak). Selain itu juga mereka sangat menghormati tuan guru (orang yang memiliki ilmu keagamaan).

lumbung padi sasakDalam membangun rumah, suku Sasak memiliki kekhasan tersendiri. Rumahnya berdinding geribik dan beratap gerabah. Sementara lantainya terbuat dari campuran tanah dan tahi sapi (maaf –pen). Kemudian digosok sekian lama sehingga seperti semen. Tahi sapi berfungsi untuk menghilangkan nyamuk dan membuat hangat rumah. Makanya di desa tersebut jarang kita dapati rumah yang berjendela. Perabotan rumah tangganya pun terbilang sederhana. Hanya ada peralatan dapur, tempat tidur, lemari, dan kadang ada televisi.

Selain rumah untuk ditinggali, mereka juga membangun gudang penyimpanan padi atau hasil panen lainnya. Bentuknya unik menjulang keatas, terbuat dari kayu dan beratapkan gerabah. Ini merupakan ciri khas bangunan di Lombok sehingga dijadikan maskot oleh pemerintah daerah setempat. Selain itu, ada juga bale pertemuan untuk tempat musyawarah atau berkumpulnya warga.

Saat ini desa Sade, Rembita, menjadi daerah tujuan wisata dan bangunannya dilindungi. Pemerintah setempat memberikan bantuan dengan membuatkan akses jalan yang mulus dan lahan-lahan parkir. Dana pun diberikan setiap tahunnya. Besarnya antara Rp 7 juta hingga Rp 25 juta.

Tanjung Aan

tanjung aanDaerah ini dikenal dengan pasir putihnya yang indah membentang sepanjang pantai selatan Lombok. Tanjung Aan dikenal juga sebagai pantai pasir merica karena bentuk pasirnya yang mirip buah merica yang belum digerus. Bentuknya bulat-bulat kecil. Anak-anak desa di Tanjung Aan suka mengumpulkannya dan dimasukkan ke dalam botol-botol untuk dijual ke wisatawan lokal maupun mancanegara. Mereka menawarkan harga Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu per botolnya. Namun untuk menghindari pengambilan besar-besaran pasir pantai, pemerintah daerah setempat mulai menerapkan larangan untuk menambang pasir untuk kepentingan komersil. Pemda menancapkan papan larangan disepanjang pantai Tanjung Aan.

Tanjung Aan juga dikenal sebagai daerah penghasil rumput laut di Lombok. Tak heran jika disepanjang pantai kita dapati banyak petani rumput laut sedang memanen hasilnya di pinggir-pinggir pantai kemudian mereka menjemurnya di lahan-lahan terbuka.

Batu Bolong

Batu BolongBatu Bolong merupakan kawasan wisata berbentuk pura diatas batu karang berlubang yang menjorok ke bibir pantai. Selain menjadi obyek wisata, pura Batu Bolong juga masih menjadi tempat sembahyang umat Hindu Lombok. Saat mengunjunginya penulis melihat upacara sembahyang yang dilakukan umat Hindu sedang berlangsung di sore hari. Turis mancanegara sering mengunjungi tempat ini karena lokasinya yang strategis berdekatan dengan jalan raya Senggigi. Saat masuk ke dalam pura para pengunjung diminta untuk mengenakan tali terbuat dari kain berwarna kuning. Katanya sebagai syarat untuk memasuki sebuah pura. Hal yang sama juga penulis alami saat mengunjungi pura Uluwatu di Bali. [imngrh

kawin lari ala suku sasak-lombok NTB


Budaya

Kawin Lari a la Suku Sasak-Lombok NTB
Oleh : Iwan Kurniawan Z

12-Feb-2007, 12:43:55 WIB - [www.kabarindonesia.com]

Kalau Anda di Lombok dan ingin menikah curilah anak gadis itu, bawa lari tanpa sepengetahuan keluarganya, bila sehari semalam tidak ada kabar maka dianggap gadis itu telah menikah!

Mencuri untuk menikah lebih kesatria dibandingkan meminta kepada orang tuanya. Namun ada aturan dalam mencuri gadis di suku asli di Pulau Lombok.

Memang cukup unik dari suku Sasak penduduk asli warga di Pulau Lombok Propinsi Nusa Tenggara Barat. Untuk urusan perjodahan suku ini menyerahkan semuanya pada anak, bila keduanya sudah saling suka, tidak perlu menunggu lama untuk menikah, curi saja anak gadis itu, pasti menikah. mencuri anak gadis itu lebih diterima keluarganya. Merarik istilah bahasa setempat untuk menyebutkan proses pernikahan dengan cara dicuri. Caranya cukup sederhana, jika keduanya saling menyukai dan tidak ada paksaan dari pihak lain, gadis pujaan itu tidak perlu memberitahukan kepada kedua orangtuanya. Bila ingin menikah langsung aja bawa gadis itu pergi dan tidak perlu izin.Mencuri gadis dengan melarikan dari rumah menjadi prosesi pernikahan yang lebih terhormat dibandingkan meminta kepada orang tuanya. Ada rasa kesatria yang tertanam jika proses ini dilalui. Terlebih lagi kelas bangsawan yang di sana menyandang gelar Lalu dan Raden. Namun Jangan lupa aturan, mencuri gadis dan melarikannya biasanya dilakukan dengan membawa beberapa orang kerabat atau teman. Selain sebagai saksi kerabat yang dibawa untuk mencuri gadis itu sekalian sebagai pengiring dalam prosesi itu.

Dan gadis itu tidak boleh dibawa langsung ke rumah lelaki, harus dititipkan ke kerabat laki-laki. Setelah sehari menginap pihak kerabat laki-laki mengirim utusan ke pihak keluarga perempuan sebagai pemebritahuan nahwa anak gadisnya dicuri dan kini berada di satu tempat tetapi tempat menyembunyikan gadis itu dirahasiakan, tidak boleh ketahuan keluarga perempuan. Nyelabar, Istilah bahasa setempat untuk pemberitahuan itu, dan itu dilakukan oleh kerabat pihak lelaki tetapi orangtua pihak lelaki tidak diboleh ikut. Rombongan Nyelabar terdiri lebih dari 5 orang dan wajib mengenakan berpakaian adat. Rombongan tidak boleh langsung datang kekeluarga perempuan.Rombongan terlebih dahulu meminta izin pada Kliang atau tetua adat setempat, sekedar rasa penghormatan kepada kliang, datang pun ada aturan rombongan tidak diperkenankan masuk ke rumah pihak gadis. Mereka duduk bersila dihalaman depan, satu utusan dari rombongan itu yang nantinya sebagai juru bicara menyampaikan pemberitahuan. Memang unik budaya yang ada di Suku Sasak namun kini ada pergeseran budaya Merarik, seperti adanya prosesi meminta kepada orangtua dan bertunangan yang sebelumnya kurang dikenal oleh suku sasak. Tetapi seiring berkembangnya budaya luar dari masyarakat perantau yang datang dan menetap Akulturasi Budaya mulai terjadi. Lahirlah istilah sudah menikah tetapi belum nikah adat. Artinya prosesi menikah itu dilakukan dengan cara meminang tetapi belum menikah secara Merarik, mencurinya dari rumah si Perempuan. Ini Akulturasi Budaya yang muncul, meminang dan mencuri anak gadis prosesi nikan yang dujalankan bersamaan.

Pengaruh Budaya Bali
Budaya Merarik ini sangat kental dipengaruhi oleh budaya Bali, dalam sejarah, suku sasak Lombok menjadi wilayah dibawah kekuasaan kerajaan Karang Asem yang dirajai oleh Anak Agung. Kentalnya budaya Bali diakar budaya suku sasak tidak mudah dihapus begitu saja. Namun tidak semua wilayah di pulau lombok menjadi wilayah kekuasaan Anak Agung, sehingga semakin ketimur budaya khas yang bernuansa bali cenderung memudar. Untuk wilayah timur kentalnya budaya Islam cukup kentara, sebab pengaruh sejarah kedatangan Islam ke pulau lombok melalui dua pintu dari Timur dan Utara.


Rabu, 25 Maret 2009